Sabtu, 29 Juni 2013

Hidup di Luar Negeri

Mungkin banyak orang yang berpikiran bahwa hidup di luar negeri selalu enak. Banyak orang berpikiran bahwa kota-kota di negara-negara maju lebih modern, bersih, tertata rapi dengan transportasi modern yang bersih, nyaman, dan aman. Memang jika ke luar negeri sebagai turis yang hanya singgah sebentar saja ke negara-negara tertentu yang lebih maju dibandingkan dengan Indonesia, gambaran tersebut memang terlihat betul. Akan tetapi bila kita hidup di luar negeri untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan, gambaran tersebut tidak sepenuhnya benar.
Saya pernah memiliki pengalaman hidup di Belanda selama 6 bulan untuk mengerjakan penelitian Magister saya di University of Groningen. Pada awalnya, saya memilikipemikiran yang sama dengan orang-orang lainnya. Apalagi saat saya akan sampai di Belanda, musim di sana adalah musim dingin dan saat musim dingin, biasanya terdapat hujan salju. Ketika saya sampai di Bandara Amsterdam, suhu di darat pada waktu itu -2° C menurut penunjuk suhu di bandara. Tepat ketika saya mendarat di bandara, saya waktu itu belum terlalu merasakan efek dingin akibat cuaca musim dingin. Setelah beberapa hari tinggal di Groningen, saya lambat laun mulai merasakan efek dari cuaca musim dingin tersebut. Saya merasa agak depresi karena lama tidak melihat matahari. Saya mengalami semacam shock karena ternyata musim dingin tidak seindah yang dibayangkan sebelumnya.
Selain itu, saya juga sempat mengalami gegar budaya saat berinteraksi dengan orang-orang di Belanda karena sifat dan karakter mereka yang berbeda dengan watak orang Indonesia pada umumnya. Saya juga memiliki kesulitan saat berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia karena perbedaan zona waktu yang sangat signifikan. Berdasarkan pengalaman saya, ternyata ada banyak hal yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan situasi di Indonesia.
Bagaimana cara membuat hidup di luar negeri terasa “enak”? Pertama yang kita lakukan adalah persiapkan diri kita masing-masing untuk menghadapi semua kemungkinan yang akan kita hadapi saat telah sampai di sana. Hal-hal tersebut bias berupa budaya yang akan dihadapi, kondisi lingkungan, cuaca dan sebagainya. Persiapan dapat dilakukan dengan membuat riset kecil-kecilan mengenai negara yang akan kita tuju. Sebaiknya luangkan beberapa waktu lebih cepat untuk berangkat ke negara tujuan untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan sebelum dimulai perkuliahan.

Setelah sampai di negara tersebut, kita harus fokus dengan apa yang akan kita lakukan di negara tersebut. Kemudian kelola perhatian dan pikiran kita sesuai dengan niat untuk apa kita tinggal di negara tersebut. Kemudian yang terpenting adalah kita mau untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki pebedaan budaya dengan kita.     

Merencanakan Penelitian dan Publikasi

Kita sebagai peneliti maupu calon peneliti harus memahami pentingnya cara pembuatan teks akademik. Apa pentingnya publikasi bagi kita? Publikasi penting bagi peneliti untuk mengetahui adanya informasi riset. Informasi riset ini penting untuk mengetahui apakah riset tersebut masih relevan atau tidakkah terhadap permasalah bangsa saat ini.
Mengapa kita harus publikasi ilmiah? Publikasi ilmiah harus kita lakukan untuk membentuk novelty dan dapat mengungkapkan penelitian tersebut secara kronologis penelitian tersebut hingga diperoleh kebaruan yang dapat digunakan untuk menjawab permasalah-permasalahan di sekitar kita ataupun permasalahan bangsa.
Untuk memulai riset, kita perlu untuk tahu masalah apa yang akan mendasari riset tersebut. Masalah-masalah ini bisa berasal dari lingkungan hidup kita. Masalah-masalah ini bias saja menjadi masalah yang cukup sederhana di dalam lingkungan kita tetapi membutuhkan penyelesaian yang cukup rumit. Contoh masalah yang sederhana di dalam kehidupan kita adalah lampu yang berada di dalam ruangan. Lampu yang berada di dalam ruangan bias menjadi permasalahan seperti, bila di dalam ruangan tersebut tidak ada orang, maka lampu tersebut tetap menyala. Hal ini akan menjadi isu penghematan energi, sehingga harus dicari penyelesaian permasalahan tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut, lalu muncul ide untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Seperti contoh di atas, ide untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah, bagaimana mencari solusi dari penghematan energi untuk lampu tersebut. Kemudian muncul pertanyaan lagi apa yang harus dilakukan untuk membuat lampu hemat energy, dan seterusnya.

Setelah ide-ide tersebut muncul, kemudian dilakukanlah studi literatur untuk membentuk suatu rancangan penelitian atau proposal. Studi literatur ini harus dilakukan hingga membentuk penelitian yang nantinya akan memiliki kebaruan dalam bidang ilmu. Setelah terbentuk proposal akhirnya seseorang peneliti akan melakukan riset dan menhasilkan hasil riset. Selanjutnya, hasil riset ini akan dipublikasikan untuk menyampaikan kebaruan dari riset bidang tersebut.   

Jumat, 28 Juni 2013

Membangun Kapasitas dan Karakter Pemimpin

Menjadi seorang pemimpin tentunya membutuhkan kapasitas dan karakter. Apa yang dimaksud dengan kapasitas. Kapasitas adalah kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu. Orang bias saja memiliki kapasitas yang bagus, tetapi belum tentu dia akan menjadi pemimpin yang baik. Hal yang sama juga dapat terjadi jika sesorang memiliki watak atau karakter yang bagus, tetapi tidak memiliki kapasitas yang memadai sebagai pemimpin. Oleh karena itu, pembangunan karakter dan kapasitas sebagai seorang pemimpin sangat penting.
Untuk membentuk pembangunan karakter dan kapasitas bagi seorang pemimpin, harus dijawab terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan kuncinya. Kapasitas apa yang diperlukan bagi seorang pemimpin? Karakter apa yang diperlukan bagi seorang pemimpin? Tantangan apa yang akan dihadapi oleh seorang pemimpin, baik di tingkat nasional maupun global? Untuk menjawab hal-hal tersebut diperlukan pengetajuan yang banyak. Tentu asja bahwa kapasitas maupun karakter seorang pemimpin berbeda-beda, bergantung pada hal yang dipimpinnya.
Pembangunan kapasitas umumnya dilakukan dalam 2 hal yaitu pengembangan sumber daya manusia (human resources development) dan pengembangan organisasi (organizational development). Tingkat pengembangan kapasitas yaitu ada pada tingkat personal dan tingkat institusional.

Mengapa kita harus membangun karakter? Karena karakter merupakan tulang punggung pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak. Karakter yang bagus dari seorang pemimpin adalah bersifat adil, jujur dan tanggung jawab.

Nilai-nilai kebangsaan

Jika kita mendengar nama Indonesia, maka yang terbayang di dalam benak kita adalah gambaran masyarakat yang bersifat majemuk. Indonesia memiliki jumlah pulau yang sangat banyak yang berada di wilayah terpisah. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia membutuhkan nilai-nilai kebangsaan untuk menjaga keutuhan NKRI. Nilai-nilai kebangsaan ini diwujudkan ke dalam 4 konsensus dasar nasional.
Konsensus dasar ini dapat ditinjau dari beberapa aspek. Aspek pertama adalah berdasarkan aspek historis. Berdasarkan aspek historis, konsensus dasar dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode saat sebelum kemerdekaan dan periode setelah kemerdekaan. Saat bangsa belum merdeka, bangsa Indonesia dipersatukan oleh Bahasa,  Bhinneka Tunggal Ika dan Sumpah Pemuda. Bahasa Bangsa Indonesia sebelum kemerdekaan adalah Bahasa Melayu. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa perjuangan. Oleh sebab itulah, Bahasa Indonesia memiliki akar dari Bahasa Melayu, karena Bahasa tersebut sudah digunakan sebelum Negara Indonesia terbentuk. Bhinneka Tunggal Ika berasal dari Bahasa Jawa Juna yang memiliki makna “berbeda-beda tetapi tetap satu”. Bhinneka Tunggal Ika sudah dikenal sejak zaman Majapahit, sekitar abad-14, sehingga dapat dikatan bahwa Bhinneka Tunggal Ika nerupakan konsensus dasar sebelum kemerdekaan. Setelah adanya Boedi Oetomo yang terbentuk pada tahun 1908, para pemuda bertekad untuk mempersatukan Bangsa Indonesia melalui Sumpah Pemuda. Kita harus bangga memiliki pendahulu yang saat itu masih berusia muda yang memiliki nilai-nilai kebangsaan untuk menyatukan dan mengusir penjajah. Setelah Indonesia merdeka, Indonesia memiliki 4 konsensus dasar yaitu falsafah, konstitusi, negara kesatuan dan Pancasila.
Bila ditinjau dari aspek sosiologis, konsensus dasar Indonesia adalah merupakan negara multikultur. Hal ini menyebabkan Indonesia rentan konflik karena adanya perbedaan-perbedaan antara suku bangsa yang satu dengan yang lain. Karena Indonesia yang merupakan negara multikultural juga banyak suku bangsa yang menuntut kesetaraan. Sehingga tantangan yang dihadapi oleh pemerintah adalah ancaman-ancaman disintegrasi dari berbagai macam wilayah.
Kita harus memahami bahwa 4 konsensus dasar nasional adalah sumber-sumber nilai kebangsaan. Konsensus dasar nasional ada 4 yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Kita harus memahami bahwa falsafah bangsa adalah Pancasila. Pancasila adalah dasar Negara karena di dalam Pancasila dibahas aspek-aspek yang Bangsa Indonesia anut. UUD 45 merupakan jiwa kehidupan. Di dalam UUD 45 juga disebutkan visi-misi negeri yang dituangkan di dalam pembukaan UUD 45. NKRI merupakan pilihan hidup. NKRI juga dapat menyatukan keterpisahan politik karena perbedaan. Bhinneka Tunggal Ika merupakan hakikat hidup manusia dan juga ajaran moral Bangsa Indonesia.
Untuk menjadi pemimpin kita harus mengirti tantangan yang dihadapi negeri ini dan melakukan pemantapan terhadap nilai-nilai kebangsaan.
Referensi:

en.wikipedia.org/wiki/Pancasila_(politics)

Kamis, 27 Juni 2013

Para Pejuang Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal


Salah satu pulau di Indonesia, yaitu pulau Kalimantan, memiliki bataa langsung dengan Malaysia. Salah satu dari perbatasan yang ada adalah daerah Entikong di Kalimantan Barat. Banyak orang mengatakan bahwa perbatasan adalah garda terdepan dari suatu bangsa atau pintu gerbang dari suatu negara. Namun apa yang terjadi? Berdasarkan penggambaran dari film “Batas” (http://www.imdb.com/title/tt2022340/?ref_=fn_al_tt_1) terlihat bahwa daerah tersebut sangat tertinggal.

Selama mungkin sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, daerah ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Terlihat bahwa untuk sampai ke daerah tersebut sangatlah susah dari ibukota provinsi Kalimantan Barat, Pontianak. Seseorang yang akan meninjau perbatasan harus melewati jalan berkelok-kelok dan terjal untuk mencapai daerah itu. Belum lagi harus melewati sungai dengan sampan selama beberapa jam hingga belasan jam.

Setelah sampai sana pun kita dikejutkan oleh keadaan di daerah tersebut. Daerah tersebut sangat terisolasi dengan keberadaan fasilitas dan infrastruktur yang sangat minim. Daerah-daerah seperti ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Ironisnya, negara tetangga perbatasan daerah tersebut sangat kontras. Fasilitas-fasilitas di sana tersedia dengan sangat bagus, jalan-jalan sudah beraspal. Hal ini menyebabkan banyak orang di perbatasan yang eksodus ke negeri Malaysia, (http://www.theborneopost.com/2013/03/13/tebedu-entikong-border-safe-scenario-different-from-sabah/) walaupun mereka sebenarnya satu suku. Tentu saja hal tersebut sangat kita sayangkan karena para pemuda-pemudi di sanapun sebenarnya memiliki potensi yang sangat bagus untuk membangun negeri ini.
Warga daerah perbatasan ini membutuhkan pemimpin-pemimpin dan pejuang yang mampu menyediakan fasilitas, infrastruktur hingga fasilitas kesehatan hingga bebas dari belenggu kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Semoga akan lahir pemimpin dan pejuang yang mampu mengatasi para warga di “halaman utama” Indonesia.