Senin, 29 Juli 2013

Kimia Teori

Kimia merupakan salah satu bidang keilmuan dasar pada ilmu pengetahuan alam. Di dalam ilmu kimia terdapat dasar-dasar keilmuan yang digunakan sebagai landasan keilmuan lain seperti fisika, nanoteknologi, ilmu material, geologi dan lain-lain. Kimia mempelajari komposisi, sifat-sifat dan perilaku suatu materi, baik dari tingkat yang sangat kecil (mikroskopis) maupun tingkat yang besar (makroskopis).
Salah satu cabang dalam ilmu kimia adalah ilmu kimia teori. Kimia teori pada umumnya memberi penjelasan tentang fenomena-fenomena kimia yang terjadi dalam ranah eksperimen di laboratorium. Contoh yang cukup sederhana adalah fenomena asam-basa. Di dalam kimia dikenal 3 jenis teori asam-basa. Teori yang pertama adalah teori Arrhenius. Teori Arrhenius menjelaskan bahwa zat yang bersifat sebagai asam di dalam air adalah ion H+ dan zat yang bersifat basa adalah OH-. Seiring perkembangan zaman, terdapat fenomena asam-basa yang baru, yaitu terdapat suatu zat dapat bersifat basa walaupun zat tersebut tidak mengandung ion OH-, misalnya senyawa NH3. NH3 bila dilarutkan ke dalam air akan memberikan sifat basa. Dari manakah sifat basa tersebut berasal? Akhirnya, para ilmuwan menyimpulkan bahwa air (H2O) dapat bereaksi dengan NH3 menghasilkan ion NH4+ dan  ion OH-. Ion OHlah yang memberikan sifat basa. Oleh sebab itu, dibuat teori asam basa baru yaitu Teori Bronsted-Lowry. Teori ini menjelaskan bahwa asam adalah donor (pemberi) ion H+ sementara basa adalah akseptor (penerima) ion H+. Berdasarkan teori ini, NH3 bersifat basa. Teori Bronsted-Lowry ini, meskipun dibuat setelah teori Arrhenius, selalu konsisten dengan teori Arrhenius dalam hal definisi asam-basa. Pada akhirnya dikembangkan teori asam-basa yang lebih umum lagi yaitu teori Lewis. Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat terlihat bahwa kimia teori merupakan cabang yang cukup penting di dalam ilmu kimia.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan kimia, kimia teori fokus mempelajari sistem-sistem kimia pada level atom atau molekul. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat materi pada tingkat atom atau molekul sangat sulit ditentukan melalui eksperimen di laboratorium sehingga membutuhkan teori yang baik untuk mempelajari sifat materi pada tingkat atom dan molekul. Selain itu, dengan mempelajari level atom maupun molekul, kita dapat meramalkan sifat-sifat dari materi pada tingkat yang lebih besar (makroskopis).
Pada tingkat mikroskopis, di dalam kimia teori dikenal persamaan Schrodinger. Persamaan ini merupakan “kotak hitam” pada ranah kimia teori. Dengan menyelesaikan persamaan ini, semua sifat dari materi tersebut dapat diramalkan bahkan tanpa melakukan percobaan di laboratorium! Akan tetapi, inilah tantangan di bidang kimia teori. Persamaan Schrodinger tidak dapat diselesaikan dengan mudah. Persamaan ini hanya dapat diselesaikan untuk atom hidrogen saja. Untuk atom dan molekul yang lebih besar dari hidrogen, persamaan ini sangatlah sulit untuk diselesaikan. Pada akhirnya, untuk menyelesaikan persamaan Schrodinger, digunakan pendekatan-pendekatan matematis yang cukup rumit serta metode-metode yang dikenal sebagai metode ab initio. Metode ab initio yang cukup terkenal antara lain Hartree-Fock (HF) dan Teori Fungsi Kerapatan (Density Functional Theory, DFT).
Pada awal-awal perkembangan kimia teori, metode-metode untuk menyelesaikan persamaan Schrodinger hanya dapat diselesaikan menggunakan kertas dan pensil, tanpa bantuan alat hitung apapun. Seiring perkembangan zaman dan penemuan komputer, kemajuan di bidang kimia teori sangat pesat. Perkembangan komputer telah memungkinkan pengembangan dan aplikasi program komputer untuk menyelesaikan masalah-masalah kimia teori. Ilmu ini dikenal sebagai kimia komputasi.
Perkembangan ilmu kimia teori dan komputasi di negara-negara maju cukup pesat. Hampir semua universitas terkenal memiliki program studi kimia teori maupun kimia komputasi. Mereka menyadari bahwa kimia teori dan komputasi sangatlah penting, dengan mempelajari kimia teori mereka dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di laboratorium maupun di alam.

Sayangnya, perkembangan kimia teori di Indonesia tidak cukup berkembang. Dari sekitar 75 universitas di Indonesia yang memiliki program studi kimia, mungkin kurang dari separuhnya yang memiliki bidang penelitian kimia teori dan komputasi. Publikasi tentang kimia teori di Indonesia juga sangat kurang dibandingkan dengan publikasi di bidang eksperimen. Walaupun kimia eksperimen lebih memiliki hasil nyata, bukan berarti bagian kimia teori dapat ditinggalkan begitu saja. Dengan melakukan kerjasama yang baik dari bidang kimia eksperimen maupun teori, diharapkan dapat menghasilkan karya-karya yang cukup baik. Sebagai contoh jika orang ingin mensintesis suatu bahan, dia seharusnya membutuhkan orang teori untuk meramalkan hasil sintesis tersebut. Jika hasil peramalan secara teoretis tidak sesuai dengan harapan, untuk apa dilanjutkan? Sehingga orang yang ingin melakukan sintesis tersebut dapat mencari misalkan metode atau bahan kimia yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar