Kamis, 27 Juni 2013

Anti Korupsi dan Kepemimpinan

Pemberantasan korupsi erat kaitannya dengan nilai, moral dan  etika dalam diri manusia. Nilai (value) didefinisikan sebagai derajat dari kepentingan sesuatu, dengan tujuan untuk menentukan aksi atau kehidupan yang terbaik (http://en.wikipedia.org/wiki/Value_(ethics)). Moral adalah kemampuan untuk membedakan niat, tujuan dan aksi yang baik dan yang buruk (http://en.wikipedia.org/wiki/Morality). Etika adalah bagian dari sistematisasi, pembelaan dan rekomendasi konsep perilaku benar dan salah (http://www.iep.utm.edu/ethics)

Diantara sifat-sifat manusia tersebut, etika merupakan yang paling penting. Hal ini disebabkan karena bila etika dijalankan dengan baik, maka peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan oleh lembaga-lembaga atau pemerintah akan dipatuhi. Karena itulah etika menjadi motor penggerak dalam kehidupan manusia.

Korupsi terjadi akibat kurangnya integritas dalam diri manusa, oleh karena itulah diperlukan pemimpin yang beretika baik. Peluang korupsi terjadi antara lain akibat pengawasan yang lemah, dan pembiaran yang apatis. Contoh dari pengawasan yang lemah adalah misalnya pada penyusunan anggaran untuk perbaikan/pembuatan jalan. Bila pengawasan tidak cukup baik oleh pimpinan, maka dana tersebut rentan digelembungkan sehingga dapat merugikan negara. Contoh dari pembiaran apatis adalah, kita sudah tahu bahwa pembuatan KTP gratis dan dibiayai oleh APBD ataupun APBN. Akan tetapi, di lapangan, kita sering menemukan oknum-oknum pegawai pemerintahan yang sering memungut uang untuk pembuatan KTP. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi karena kita tahu bahwa hal tersebut salah namun hanya membiarkannya saja karena sudah dianggap “biasa”

Mengapa kita harus memberantas korupsi? Korupsi harus diberantas karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang sangat merugikan bangsa dan negara. Akan tetapi, banyak kendala dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, diantarannya adalah hokum yang belum kuat. Kita tahu bahwa hukuman koruptor sama atau mungkin lebih kecil dibandingkan dengan pencuri sandal. Kendala lainnya adalah ketidakmampuan untuk menerapkan strategi pemberantasan korupsi menyeluruh.

Menurut model pilar, yaitu siklus antara 3 komponen utama: strategi, pengantaran (delivery) dan kepemimpinan. Kepemimpinan yang bagus akan menghasilkan strategi yang bagus, strategi yang bagus akan membuat delivery yang bagus, delivery yang bagus akan menghasilkan kepemimpinan yang bagus.  Oleh sebab itu, menjadi pemimpin yang bagus adalah kewajiban kita semua untuk memajukan Indonesia, khususnya dalam pemberantasan korupsi.

Kepemimpinan yang baik, harus dimulai dari keteladanan dari atas, ke bawah. Sepeti presiden yang baik, harus memberikan teladan ke menteri-menterinya. Menteri-menterinya harus memberikan teladan kepada bawahannya dan seterusnya. Sehingga diharapkan adanya regenerasi kepemimpinan yang baik.

Pemimpin yang baik seharusnya memiliki 3 aspek: berani mengambil resiko, memiliki tanggungjawab dan kepercayaan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang saat sudah tidak lagi memimpin, orang-orang yang pernah dipimpinnya merindukan kepemimpinannya. Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita sebagai generasi muda untuk menjadi pemimpin yang baik untuk generasi selanjutnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar