Rabu, 26 Juni 2013

Kewirausahaan Sosial

Indonesia memiliki 36% populasi pemuda dari seluruh penduduk Indonesia.  Jumlah pemuda tersebut merupakan jumlah angkatan kerja produktif. Hal tersebut mirip dengan kejadian pada tahun 1970-1980 yang terjadi di Amerika Serikat (http://en.wikipedia.org/wiki/Baby_boomer). Jumlah ini seharusnya mampu memberikan jumlah tenaga terdidik maupun terlatih untuk Indonesia.

Akan tetapi, hanya kurang dari 2 % dari jumlah pemuda tersebut yang mampu melanjutkan tingkat pendidikan tinggi, Hal yang menjadi penyebab antara lain kepadatan penduduk yang tidak merata. Kepadatan penduduk yang terlalu besar akan menyebabkan terjadinya persaingan jumlah lapangan kerja terhadap jumlah tenaga kerja. Sementara itu, kepadatan penduduk yang rendah, akan menjadikan daerah tersebut miskin sumber daya manusia, sehingga dampaknya juga dapat menyebabkan kekurangan pengelolaan sumber daya alam yang tersedia.

Solusinya adalah melakukan kewirausahaan masalah sosial. Sebagai contohnya adalah komunitas Asgar (asal Garut). Komunitas ini terbentuk berdasarkan kegelisahan karena tidak meratanya aspek-aspek sosial. Di dalam komunitas ini, dikembangkan kegiatan-kegiatan yang mampu mensejahterakan rakyat miskin di Kabupaten Garut. Kegiatan yang dikembangkan antara lain adalah kegiatan di bidang pendidikan. Dengan adanya system kewirausahaan social dengan cara memberi bantuan modal belajar pada siswa-siswi yang kompeten, maka diharapkan jumlah tenaga terdidik akan bertambah, walaupun dari latar belakang keluarga yang kurang beruntung. Kegiatan lainnya adalah investasi pohon. Dengan sistem ini, petani bias naik kelas, sehingga yang awalnya tidak memiliki sawah ataupun perkebunan, menjadi memiliki sawah dan perkebunan, sehingga kesejahteraan bias meningkat. Dengan adanya kewirausahaan social inilah, diharapkan masyarakat yang mampu akan memberikan bantuan materi kepada masyarakat yang kurang mampu sehingga tercipta keadilan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar